Thursday, May 8, 2008

Vaksinasi

Topik:
Vaksinasi dan jadwalnya menurut American Academy of Pediatrics (AAP)

Saya seringkali bingung.. jaman sekarang imunisasi anak macamnya banyak sekali. Bahkan orang tua2 di sekitar saya sering bilang, vaksinnya yang “biasa2” aja, yang baru2 nga usah.. toh jaman kita dulu nga divaksin yang baru2 itu juga nga apa2 kan? Vaksin yang “biasa2” aja itu maksudnya yang seperti Hepatitis B, Polio, campak, BCG..pokoknya yang udah ada sejak jaman mereka dulu.

Konsultasi dengan dokter juga bikin kita tambah bingung. Ada dokter yang bilang nga perlu vaksin yang baru2, tapi kesannya itu dokter kuno amat.. dokternya udah ketinggalan jaman.. dokternya sembrono, kan jaman sekarang emang penyakit macemnya makin beragam.
Kalo ketemu dokter yang menyarankan kita ikuti semua vaksin, kesannya dokternya komersiil. Wahh.. gimana nih sebaiknya…..

Beberapa saat yang lalu, saya search di internet, ternyata di luar sana, (luar negri maksudnya) jadwal vaksin yang dipakai adalah berdasarkan jadwal dari AAP (American Academy of Pedriatrics).

Di bawah ini adalah jenis2 vaksin yang direkomendasikan AAP:

-Hepatitis B
Jadwal: 3 kali
1.Pada saat lahir – 1 minggu (biasanya saat bayi dibawa pulang dari rumah sakit)
2.Usia 1-4 bulan
3.Usia 6-18 bulan

-PCV (Pneumococcal Conjugate Vaccine)
Jadwal: 4 kali
1.Usia 2 bulan
2.Usia 4 bulan
3.Usia 6 bulan
4.Usia 12-15 bulan

-DTaP (Diphteria, Tetanus, Acellular Pertussis)
Di Indonesia disebut DPT (yang menyebabkan demam setelah vaksin) dan DPaT (yang tidak menyebabkan demam setelah vaksin, tapi harganya lebih mahal)
Jadwal: 5 kali
1.Usia 2 bulan
2.Usia 4 bulan
3.Usia 6 bulan
4.Usia 15-18 bulan
5.Usia 4-6 tahun

-Hib (meningitis)
Jadwal: 4 atau 5 kali
1.Usia 2 bulan
2.Usia 4 bulan
3.Usia 6 bulan (ada juga yg tidak memberikan pada usia 6 bulan)
4.Usia 12-15 bulan

-IPV (polio)
Jadwal: 4 kali
1.Usia 2 bulan
2.Usia 4 bulan
3.Usia 6-18 bulan
4.Usia 4-6 tahun

-Influenza
Jadwal: Setelah usia 6 bulan, dan diulang setiap tahun.

-MMR (Measles/campak, Mumps/gondong, Rubella/campak Jerman)
Jadwal: 2 kali
1.Usia 12-15 bulan
2.Usia 4-6 tahun

-Varicella (chickenpox/cacar air)
Jadwal: 2 kali
1.Usia 12-15 bulan
2.Usia 4-6 tahun

-MCV4 (bacterial meningitis)
Jadwal: Usia 11 atau 12 tahun

-Hepatitis A
Jadwal: 2 kali
1.Usia 12-23 bulan
2.6 bulan setelah vaksin yang pertama

Demikian info yang saya dapatkan.

Wednesday, May 7, 2008

Jangan Membodohi Anak

Topik:
Seringkali tanpa sadar kita menipu (membodohi) anak kita dengan ungkapan2 yg tidak masuk akal seperti misalnya: "Kalau kamu tidak mau makan, nanti ayamnya mati loh.."

Kehamilan saya saat ini sudah menginjak usia 36 minggu. Tinggal beberapa minggu lagi mendekati hari H. Badan rasanya juga makin cepat lelah, tidak mampu lagi menggendong putri pertama saya. (Itu sebabnya saya akhir2 ini juga jarang sekali upload blog, hehe..)

Meskipun pekerjaan2 merawat anak yg pokok seperti memandikan, menyuapi, menidur2kan masih saya kerjakan sendiri, tapi di sela2 itu saya banyak beristirahat di ranjang, terutama karena perut mulai kenceng2 nih kalo capek.
Di waktu2 itulah putri saya bermain2 sendiri.. seringkali juga saya minta tolong pembantu di rumah buat mengawasi si kecil untuk menghindari hal2 yg tidak diinginkan (misalnya: memasukkan mainan ke mulut).

Suatu siang putri saya bermain2 sambil diawasi si embak. Dan saya mendengar sesuatu yg menurut saya 'ini bisa jadi masalah', meskipun bagi beberapa orang hal ini terdengar sangat biasa.
Waktu itu putri saya sedang asyik bermain dengan crayon dan kertas. Dia asyik mencoret2 kertasnya. Agaknya lama2 dia bosen juga sama crayonnya, lalu tertarik ke spidol yg di dekat situ juga. Lalu putri saya minta tolong si embak buat bantuin dia bukain tutup spidolnya.
Maksud si embak baik, dia nga mau anak saya mengotori tembok, karpet dan sekitarnya. Makanya dia ogah bukain spidolnya. Tapi yg jadi masalah, adalah cara penyampaiannya dia ke anak. Dia bilang, "spidolnya nga bisa dibuka".
Ini membuat si anak jadi berpikir bahwa spidol itu "tidak bisa dibuka", bukannya "tidak boleh dibuka".
Hal simple yg menurut saya mematikan kreativitas anak. Mestinya kan si embak bilang," Spidolnya nga boleh dibuka, biar karpetnya nga kotor tercoret. Nulisnya pake papan tulis aja ya?" Atau kata2 membujuk lainnya.

Pernah juga ada si embak yg pake nama saya buat menakut2i anak saya. Misalnya, "Ayo kamu cepat tidur, nanti mama marah lho.." Nahh..dalam pemikiran si anak, si ibu akan marah kalo dia tidak tidur. Wahh..lama2 dalam pikiran dia si mama ini apa2 marah..dikit2 marah.. Kan nga bener itu. Si mama aja baru enak2an istirahat di kamar.. kan si embak yg nyuruh dia tidur, bukan mamanya.

.....dan masih banyak lagi kata2 menyesatkan yg sebenarnya kalo dipikir2 malah akan bikin si anak tambah bingung.
Misalnya:
- Kalo kamu nga mau makan, nanti ayamnya mati loh! (apa hubungannya sih?)
- Ihh.. ada tikusnya! Awas digigit tikus! (padahal tidak ada tikus)
- Ihh gelap..ada momok/setannya! (yg ini parah deh, anak jadi takut gelap)
- Kalo nga mau xxxxxxxx, nanti disuntik dokter loh! (yg ini menciptakan image negatif terhadap figur seorang dokter, efeknya: anak jadi nangis kalo ketemu dokter, kesannya dokter jadi kayak penjahat)
- Kalo kamu nga mau xxxxxxx, nanti mama/papa marah/pergi loh! (ini udah termasuk bentuk ancaman juga)

Apa nga lebih baik kita kalo sama anak tuh jangan berbelit2? Malah bikin anak makin bingung. Kita jelasin aja pake bahasa simple yg dia udah bisa ngerti. Jadi si anak bisa tau kenapa dia nga boleh melakukan sesuatu tersebut.

Begitu menurut saya.

Tuesday, March 11, 2008

Anak Susah Makan

Topik: Anak susah makan.

Anak anda susah makan? Sama! Anak saya juga pernah begitu, biasanya sih pada saat mau tumbuh gigi. Sekarang sih sudah tidak susah lagi.

Waktu anak saya usia 8 bulan, mulailah dia susah makan. Saya pusing sekali, gimana caranya mbujukin dia supaya mau makan. Biasanya dia kalo makan saya dudukkan di kursi makannya. Tapi beberapa orang memberitahu saya, jangan didudukkan saja anaknya, dia pasti bosan, makanya harus digendong..diajak jalan2.. biar 'keslamur', begitu bahasa Jawanya. Karena saya juga sudah buntu, saya coba praktekkan saran tersebut. Saya gendong anak saya, jalan2 puter2 sambil ditunjukin ini itu. Tujuannya cuma satu: biar mau buka mulut. Tapi anak saya susah dibohongin. Tetep aja dia tidak mau buka mulut, yang ada malah nangis.. plus habis itu tidak mau lagi didudukkan di kursi makannya kalo saat makan tiba. Rusak sudah habit yang sudah saya tanamkan sejak usia 5 bulan. Tiap kali saya konsultasi ke dokter, selalu saja diberi obat/vitamin, katanya sih buat nambah napsu makan. Tapi saya selalu ragu2 untuk memberi, karena anak saya perempuan, saya kuatir berat badannya menjadi tidak terkontrol kelak. Semua orang menyarankan saya memberi vitamin penambah napsu makan ini itu. Tiap kali cuma saya iya-kan saja. Toh yang penting anak saya sehat, batin saya. Kebetulan anak saya termasuk tinggi untuk tahap pertumbuhannya, jadi saya percaya dia tetap bertumbuh. Toh minum susunya juga masih mau.
Ada yang bilang mungkin masakan saya tidak enak, sehingga anak tidak doyan.. Ada pula yang bilang saya kurang telaten kalau menyuapi.. Tidak sedikit yang menyuruh saya mencari babysitter saja karena mereka biasanya lebih telaten menyuapi anak. Tapi saya telan saja semua bulat2. Toh saya juga tidak bekerja, saya ibu rumah tangga, pengangguran, saya punya seabrek-abrek waktu buat anak saya, dan saya yakin saya sudah cukup telaten.

Tiap kali dia tidak mau makan, saya ganti porsi makannya dengan susu. Toh susu juga bergizi tinggi kan?

Saran saya, buat ibu2 yang anaknya sekarang ini sedang dalam fase susah makan, biarkan saja!

Ingat, memaksa anak anda supaya makan di saat mereka menolak, hanya akan membuat anak anda trauma. Anak saya juga pernah begitu. Lihat sendok saja dia sudah ribut mau menghindar. Karena apa? Karena pernah saya paksa. (Dulu saya masih tidak tahu, jadi semua saran orang saya ikuti) Pernah juga saya menyuapi sambil memarahi anak saya. Hasilnya? Si kecil makin enggan makan. Bahkan barangkali dia menganggap acara makan bagaikan 'siksaan' baginya (???)

Tiap anak punya kemauan. Pada saat giginya mau tumbuh, gusi sering sakit dan tidak nyaman, itu sering jadi faktor utama mereka menolak makan. Biarkan saja, biarkan saja dia lewatkan 'jatah' makannya, beri susu (atau biskuit)untuk mengganti porsi makan yang dia lewatkan. Pada anak yang sudah mulai bisa berkomunikasi, dia akan memberi tanda (atau berkata) bahwa dia lapar dan meminta 'jatah' makannya, barulah kita beri... Anak senang, kita pun tenang!

Monday, March 10, 2008

Metode Kuno vs Metode Baru

Topik: Metode orangtua jaman dulu dalam membesarkan kita sudah kuno. Seperti apa metode yang baru?

Ini memang bukan kata2 saya, saya juga mendapat kalimat ini dari buku2 yang saya baca. Tapi saya merasa ada benarnya juga, dan makin saya pahami, makin saya setuju. Makanya saya ingin mengungkapkan di sini supaya ibu2 yang lain juga bisa ikut membaca apa yang saya baca. Sependapat atau tidak, itu terserah anda...

Pada masa lalu, anak2 dibesarkan dengan kekuasaan, ketakutan, dan rasa bersalah. Maaf jangan tersinggung, barangkali orangtua anda juga begitu dalam membesarkan anda dulu.
Anak2 dibuat merasa bersalah sehingga mereka merasa tidak pantas mendapat kasih sayang orangtuanya, dan itu membuat mereka patah semangat. Kalau masih tidak patuh, diberikanlah hukuman yang membuat anak2 takut, dan itu makin mematahkan semangat mereka. Kalau masih tidak patuh lagi? Maka ditambahlah hukuman tersebut, ini menunjukkan betapa besarnnya kekuasaan orangtua, dan semakin benci lah si anak kepada orangtuanya. Ancaman dan hukuman hanya akan membuat anak2 menentang orangtua, dan menyebabkan mereka memberontak.

Cara tersebut sudah ketinggalan jaman. Anak2 sekarang lebih cerdas, lebih sensitif.. Metode mendidik jaman dulu tersebut menciptakan anak2 yang patuh (dan takut) pada orangtuanya. Tapi sebenarnya, dalam hati mereka tetap saja mereka bisa tidak setuju dengan orangtuanya. Akhirnya, banyak anak yang sering melakukan "sesuatu" secara diam2. Habis mau gimana lagi, orangtua tidak bisa diajak komunikasi. Ini juga yang menyebabkan anak tidak bisa dekat dengan orangtuanya. Akhirnya mereka lebih dekat ke teman2 sebaya yang bisa diajak curhat. Padahal temen2nya justru bisa menjerumuskannya ke arah yang tidak benar.

Makanya saya bilang tadi, sekarang eranya metode baru, ibu2...
Bukan menciptakan anak2 yang takut dan patuh pada kita, tapi anak2 yang tetap punya kemauan tapi bersikap kooperatif. "Membesarkan anak yang mengerti perasaan orang lain dan tidak perlu diancam hukuman untuk mengikuti aturan, tapi secara spontan bertindak dan membuat keputusan dari hati yang terbuka"
Kehidupan bermoral tidak dipaksakan dari luar anak ini, tapi timbul dan dipelajari melalui kerjasama dengan orangtuanya.
Kita harus menjadi orangtua yang didatangi anak untuk dimintai dukungan, bukannya musuh yang harus ditinggal sembunyi dan dijauhi.Contoh gampangnya, kita tidak bisa hanya menyuruh anak meminta maaf kalau dia berbuat salah.. Kita sendiri yang harus memberi contoh meminta maaf. Dari apa yang dia lihat, dia akan belajar begitu caranya.
Anak akan mendengarkan, kalau kita juga mendengarkan mereka.
Biarpun saya sedang sibuk, saya selalu mendengarkan apabila anak saya datang menghampiri dan berbicara pada saya (lagi belajar juga nih!), padahal yang dibicarakannya hanya hal2 yang menurut saya tidak penting sekali. Misalnya, "mama..ini kelinci makan, mama..buku sobek.. dll". Saya sering membayangkan diri saya menjadi anak saya. Kasihan sekali kalau dia sudah capek2 datang ke ibunya, berbicara saja masih susah merangkai kata2nya.. Mentang2 ngomongnya belum jelas, lalu tidak digubris.. kasihan kan?

Namanya juga anak2, seringkali nakal dan tidak menurut. Tapi saya tidak mau menghukum mereka. Biasanya saya panggil dia, lalu saya tanya "kenapa kamu begitu", biasanya anak saya tidak menjawab karena dia memang belum lancar bicaranya (baru 18 bulan lebih), tapi saya tahu bahwa dia sudah mengerti kata2 saya. Lalu saya katakan lagi, "mama tidak suka kamu begitu.. itu tidak baik, lain kali tidak boleh begitu lagi.. lain kali kamu begini saja.." Kata2 semacam itulah, tergantung konteks kesalahan apa yang diperbuatnya.

Kalau salahnya keterlaluan? Ibu jadi marah? Boleh saja. Marah itu manusiawi sekali, anak juga perlu tahu bahwa ibunya juga manusia biasa yang bisa marah. Tapi marahnya yang terarah, Bu. Cukup memarahi sebatas kesalahannya dia saja, jangan sampai ke hal2 lain ikut disebutin, itu malah bikin si anak bingung. (Kita juga harus memberi contoh kan, gimana marah yang positif itu). Cukup katakan, "tidak boleh begini..., lain kali kamu harus begitu..."
Jangan sampai terucap kata2 "Goblok", "Tolol", "Kamu bikin ibu tidak tahan...", "Kan ibu sudah bilang tadi..." (Dua contoh terakhir akan membuat anak merasa bersalah yang negatif dan minder, merasa tidak disayang lagi.)
Kalau marah, cukup katakan dengan tegas, tidak perlu bertele2 (cuma akan membuat kita terkesan bawel dan cerewet). Dan jangan lupa, setelah marah, anak perlu dibaikin lagi. Katakan "ibu tadi marah, karena kamu....." Jadi anak tidak bingung dan tidak merasa tidak disayang. Kalau keadaan sudah membaik kembali, peluk dia, dan katakan bahwa anda tetap menyanyanginya.

Saya sering kagum lihat orang2 di negara barat sana. Komunikasi mereka dengan anak2nya bisa terbuka sekali (terbuka bukan berarti kurang ajar). Tidak seperti orang sini yang menganggap orangtuanya absolut. Padahal kita orangtua kan bisa salah juga.

Anak diasuh sendiri, manja?

Topik: Manjakah anak yang diasuh sendiri oleh ibunya?

Banyak orang yang melihat saya mengasuh sendiri anak saya (baca: tetap dibantu babysitter untuk barang2 baby), lalu menasehati saya dan berkata bahwa nanti2 anaknya malah jadi manja. Tapi sekarang saya bisa menjawab: TIDAK.

Manja atau tidak itu tergantung cara kita mengasuh. Saya sering mengamati keponakan2 saya dan anak2 lain yang diasuh babysitter, justru mereka jauh lebih manja dan tidak mandiri dibanding anak saya. Pernah suatu kali saya dan suami serta anak saya pergi liburan bersama keluarga besar suami saya. Tiap kali acara makan, anak2 kecil tidak ada yang betah duduk diam di kursinya. Mereka langsung jalan2, bereksplorasi. Saya amati, keponakan2 saya sibuk menarik2 pengasuhnya untuk menemani mereka. Sedangkan anak saya, awalnya masih duduk manis di samping saya, lalu ikut kepingin jalan2 saat melihat yang lain jalan2. Saya pun menurunkan dia dan berpesan hati2.
Anak saya langsung saja jalan2 sendiri, tanpa menarik saya untuk menemaninya! Tiap kali dia berjalan terlalu jauh (diluar jangkauan mata saya), saya panggil dia, dan kembalilah dia di sisi saya. Sedangkan keponakan saya, biarpun dipanggil ibunya supaya kembali ke kursi tetap saja tidak mau kembali.

Kenapa begitu?

Ibu yang mengasuh anaknya sendiri cenderung mendidik juga, bukan hanya mengikuti kemauan anak. Tp caregiver selain ibu? Banyak sekali yang 'asal anaknya tidak menangis'. Kedekatan ibu dan anak juga sangat berpengaruh pada sejauh mana anak menurut pada ibunya, tanpa perlu memarahi. Saya paling tidak suka mendengar para ibu muda yang mengeluhkan anak mereka telah menjadi beban mereka, menyebabkan mereka tidak bebas beraktivitas. Saya juga paling tidak suka melihat ibu2 muda yang jalan2 di mal, menenteng tas2 bermerk, baju rapi2, sandal high heels, dan membiarkan anaknya berjalan digandeng atau digendong babysitternya.
Babysitter hanyalah pembantu, dia membantu kita mengerjakan tugas kita sebagai ibu, itupun hanya sebatas pelayanan fisik, bukan secara rohaninya juga. Banyak ibu2 bekerja yang terpaksa menitipkan anaknya seharian bersama babysitter. Itu tidak apa2. Tapi sepulang kerja tetaplah sediakan waktu barang cuma 1 jam per hari untuk anak anda. Lihat perkembangannya, awasi apakah pengasuhnya telah melakukan tugasnya dengan baik. Lihat pula betapa bahagianya anak anda saat melihat anda pulang dan menemuinya.

CHILDREN ARE FROM HEAVEN

Saya baru saja membaca buku tentang psikologi anak "Children are from Heaven" karya John Gray (pengarang "Men are from MARS, women are from VENUS).

Bab 1 dalam buku tersebut sudah membuat saya sadar bahwa saya telah berbuat salah dalam hal membesarkan anak pertama saya. John Gray berkata dalam bukunya, semua anak dilahirkan baik dan tak berdosa, dan masing2 anak sudah unik dan istimewa. Mereka datang ke dunia ini dengan tujuan khusus mereka sendiri.

Namun kita bertanggung jawab untuk membimbing dan mendukung mereka dalam menarik keluar bakat anak kita, bukannya membentuk mereka untuk menjadi seperti kita.
Anak2 tidak membutuhkan kita untuk membetulkan mereka atau membuat mereka lebih baik, tapi mereka bergantung pada kita untuk tumbuh. Kita harus mengakui bahwa anak2 kita sudah baik, bukan berpikiran bahwa kita harus melakukan sesuatu untuk membuat mereka jadi baik.
Metode pendidikan orangtua jaman dulu sudah harus kita tinggalkan karena anak2 jaman sekarang tidak seperti anak2 jaman dulu. Anak2 sekarang lebih sensitif dan lebih cerdas!
(Belakangan akan saya sebutkan mengapa saya bilang metode jaman dulu sudah kuno.)

Selain dilahirkan tak berdosa dan baik, tiap anak datang ke dunia ini dengan masalahnya sendiri2 yang unik. Adalah tugas kita untuk membantu mereka menghadapi tantangan2 mereka. Ingat, "membantu menghadapi", bukannya "menghadapi". Artinya, kita tetap harus membiarkan mereka menghadapi sendiri tantangannya. Bantuan kita setia saat hanya akan membuat mereka jadi tidak mandiri dan tidak siap menghadapi dunia luar.
Orangtua hendaklah menghadapi anak2nya dengan lebih rileks dan penuh kepercayaan, jadi anak2 juga akan lebih percaya diri sendiri, pada orangtua, dan masa depan yang masih belum dikenalnya.

Anak2 yang baru belajar berjalan biasanya membuat kita jadi lebih tidak rileks, terutama dengan gaya jalan mereka yang masih belum stabil, dengan keingintahuan mereka yang bedar dalam bereksplorasi.. Kita tetap dituntut untuk rileks. (Saya tahu ini berat sekali! Saya sendiri masih sering berteriak2!)
Namun kita tetap tidak boleh lengah dalam pengawasan, supaya mereka tidak celaka. Lebih baik membuat lingkungan mereka 'aman' daripada kita terus2an berteriak "jangan!"

Ada banyak saran2 profesional dari para ahli seperti John Gray dan Steve Biddulph, pakar psikologi anak favorit saya.
Jangan kuatir, semuanya akan saya tulis di sini dalam topik yang berbeda2.

PRAKATA

Ingin anak kita bahagia? Pasti! Itu adalah impian kita semua, para orangtua. Tapi masalahnya....gimana caranya supaya mereka bahagia? Untuk anak yang sudah bisa bicara, dia bisa mengungkapkan keinginannya. Tapi untuk bayi 0-12 bulan, kita harus menebak-nebak. Hahaha..

Itulah sebabnya, saya banyak mencari informasi lewat buku2 dan internet.
Saya adalah ibu rumah tangga yang tidak bekerja, jadi saya punya banyak waktu untuk anak saya.
Saya sekarang sedang hamil anak kedua, anak saya yang pertama, perempuan, sekarang sudah hampir 19 bulan.

Dulu waktu putri saya lahir, saya pake jasa babysitter. Maklum...ibu baru, apa2 belum tau.
Tapi sambil lalu saya belajar bagaimana cara merawat anak. Dan saya melihat, bagaimanapun ibu kandung tetaplah caregiver terbaik, karena sang ibu melakukan segalanya karena cinta, bukan hanya karena tanggung jawab, atau lebih parah lagi karena uang. Maka pada saat anak saya berumur 2 bulan lebih 3 minggu, saya pun memutuskan untuk merawat sendiri anak saya.
Jujur saja, di awal2nya saya sering merasa tidak mampu. Toh saya memang belum pengalaman. Bahkan sampe sekarang pun, semuanya masih serba baru buat saya. Saya juga sedang dalam proses belajar. Saya ingin sekali bisa sharing pengalaman saya selama saya mengamati babysitter2 saya yang keluar masuk (saya selalu hire babysitter buat bantu saya cuci botol bayi, baju bayi, dan mengawasi anak saya kalau kebetulan saya tinggal mandi atau makan).

Maka saya juga senang banget kalo ibu2 juga mau ikut sharing... Kita sama2 belajar yang terbaik untuk buah hati kita.